Postingan

Laguku Dibungkam

Gambar
      Kalau anda bagian dari pecinta musik indie dengan gaya folk yang sering kali duduk bercengkrama di warung kopi, dengan dua jari mengapit puntung rokok sambil meniup kepulan kabut kopi panas, boleh jadi anda saat ini sedang menanda tangani petisi tolak RUU permusikan, atau bisa juga sedang giat menyebar luaskan flyer ‘Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan’ ke media sosial dengan tagar #tolakruupermusikan. Setelah kemarin para literatur snob yang dibuat geram dengan isu razia buku kiri, kini giliran anda lah yang terancam tak bisa lagi mendengar uniknya lirik eksplisit dari lagu Surti Tejo ala Zamrud, atau lagu Kafir buah pikiran sarkas dari seorang Jason Ranti.       Mungkin para penguasa saat itu sedang terkaget-kaget karena pertama kali mendengar alunan ‘menggelitik’ hasil karya musisi-musisi antimainstream yang lagunya dikenal luas meskipun hanya mengandalkan gerak underground tanpa harus menggandeng label industri besar ataupun promosi di televis...

Yang Diisukan Krisis, Seharusnya Surplus

PDAM hanya bertumpu pada Sungai Ayung sebagai pemasok air baku, kalau terjadi gangguan, kering sudah keran air masyarakat Denpasar. Namun sesungguhnya tepat di jantung kota sejak 1931 terdapat mata air besar yang hingga kini digunakan secara sepihak oleh perusahaan air minum kemasan. Apakah pemerintah kecolongan atau pura-pura tidak tau? CV Gemeh sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka,  berlokasi di Jln. Serma Merta No. 2, Banjar Gemeh, Denpasar, Bali. Pada awalnya CV Gemeh yang berdiri pada tahun 1931 dengan memproduksi es batu dan juga dikenal sebagai pebrik es pertama di Bali, “bahkan mereka (pabrik es –red) bisa men supply  hingga ke Benoa” jelas Made Mahendra selaku warga setempat. Kemudian berkembang menjadi pabrik limun, dan pada tahun 1985 mulai memproduksi air minum dalam kemasan berkmerek Spring. “Dulu airnya juga di alirkan ke pesanggaran” ujar Budayawan, I Gede Anom Ranuara. “Sisa air pabrik es di situ juga di alirkan dan digunakan menggerakkan turbin PL...

Perumahan Beji, Lestari Katanya

Jalan beton yang menukik tajam, dengan polisi tidur yang banyak melintang. Kanan kirinya terapit bangunan, mobil box dan sepeda motor lalu lalang. Kontras dengan itu, tepat di titik buntunya, sedikit lebih rendah mendekati sungai, terdapat Pura Beji yang masih bertahan.               “Ngapain kesana gek , mau cari gamang?” celetuk seorang pemuda yang diikuti gelak tawa pemuda lainnya. Gerombolan pemuda itu merupakan para supir mobil box milik sebuah perusahaan lampu LED yang lahan parkirnya terletak hanya berbatasan tembok dengan Pura Beji. Mereka bersenda gurau di pinggir jalan, melepas lelah. Tak ingin kalah, anak-anak kecil juga lalu lalang, mengayuh sepeda roda tiganya berputar-putar di daerah perumahan sementara ibunya sibuk menyapu pekarangan. Di rumah sebelah, sama riuhnya saat seorang pria datang dengan membunyikan klakson motor, meminta dibukakan gerbang. Begitulah suasana Perumahan Beji Lestari pada hari Minggu ...

Mental Pasif Bunuh Gerak Aktif Industri Kreatif

Indonesia tidak dalam kondisi krisis, maka terpenuhinya modal senyatanya bukan hanya sekedar mimpi manis. Kalau para calon pejuang bisnis beralibi pemerintah tak memberi motivasi, maka cobalah tengok bagaimana banyaknya program inkubasi. Ditargetkan berkontribusi 12% terhadap PDB nasional industri kreatif kini sudah mampu merangkak naik hingga angka 7%. Meski condong terlambat tapi keberhasilan membangunkan gairah industri kreatif yang selama ini tertidur dapat di apresiasi. Sekarang adalah tentang bagaimana mendorong target 12% itu cepat terealisasi. Kreatifitas, ruang, uang, lalu wujudkan. Ekspektasi mudah bagaimana industri kreatif terealisasi begitu juga dengan realitanya. Sumber daya manusia kita butuh ruang berkreatifitas dan juga tak lepas dari modal sebagai harga untuk membayar sebuah garis start . Selaras dengan itu ruang tarung bebas kreatifitas dalam berbisnis sudah terbuka lebar bahkan pemerintah membentuk Badan Ekonomi Kreatif Indonesia untuk menumbuhkan jiwa bisnis ...

Penjor, Masihkah Berjati Diri?

Keinginan melepas sejenak duniawi, mengenang ning euphoria kemenangan lalu. ketika galungan masih berjalan syahdu, karena belum termakan ruang dan waktu. Ketika yadnya masih murni. Ketika tubuh penjor masih terias dengan klasik. Gadis-gadis berjalan beriringan menuju penataran pura, sambil sesekali membenahi posisi banten yang di usung di atas kepala dan merapikan selendang yang dikibakan udara. Begitu rutinitas masyarakat Hindu Bali, menanding canang dan banten, memasang penjor, mengasapi urutan sebagai wujud suka cita, karena ini adalah perayaan kemenangan, perayaan dharma yang menang melawan adharma. Melintas di wilayah Kapal, Badung, berjajar penjor-penjor yang berdiri tangkas, menyerupai naga dengan rahang mengeras, ornamennya pun terkesan mewah. Bahkan tak jarang dijumpai penjor dengan lilitan lampu hias, menyerupai pohon natal. Akulturasi? Entahlah. Setiap ornamen dalam penjor memiliki arti tersendiri. Bambu (dan kue) sebagai lambang   vibrasi kekuatan Dewa Brahma. K...

Menanti Penyelamat Defisit Energi

Manusia perlahan menggelar karpet merahnya sendiri menuju kerusakan bumi. Terbiasa apatis, membuat mereka buta tuli akan pertiwi yang makin mengering, dan nyala lampu rumah sudut kota yang terenggut terancam mati. Bagaimana jika penyejuk ruangan kita ganti dengan pepohonan? Bagaimana jika mobil kita ganti dengan sepeda, atau bisa juga sejenak bergabung dan menyapa sesama dalam bus kota? Mengapa tidak kita buka lebar-lebar jendela, dan mengurangi penggunaan lampu di siang hari? Atau sekedar membaca buku dan mematikan televisi? Setidaknya itu dapat mengulur waktu kerusakan bumi. Atau sekedar menyisihkan sedikit pasokan listrik bagi teman di pelosok pandang dan mewariskan sedikit sisa bahan bakar minyak untuk kerabat di masa mendatang.    Antara dua sampai tiga tahun mendatang Indonesia terancam mengalami defisit energi. Mungkin kita hanya dapat menikmati listrik di jam-jam tertentu nantinya. Di tahun 2018 diperkirakan krisis listrik bukan hanya terjadi di Jawa teta...

Demonstrasi dan Demokrasi

Mungkin Soekarno bukan hanya sekedar berpuisi, kalau memang sepuluh pemuda saja sudah cukup untuk mengguncang bumi ,  lalu bagaimana dengan kini, masihkah demikian? Pemuda dan demonstrasi. Mereka yang dulu menyadarkan negri jika reformasi bukan sekedar mimpi, mereka yang dengan berani berdiri walau bertaruh diri dalam tragedi Trisakti. Atau mereka yang pasang prisai demi menolak reklamasi terhadap Bali yang terancam menjadi lahan investasi. Itu adalah bukti jika pemuda dan demonstrasi bahkan lebih kuat dari senapan ataupun belati.. Seperti sajak yang diungkapkan Wiji Thukul, seorang aktivis pada rezim orde baru yang hingga kini keberadaanya tidak di ketahui , “ Jika kami bunga, maka engkau adalah tembok itu. Tapi di tubuh tembok itu, telah kami sebar bii-biji, suatu saat kami akan tumbuh bersama dengan keyakinan bahwa engkau harus hancur”. Sarat akan kebencian terhadap tirani demikianlah bagaimana Thukul dan kawanannya menentang kesewenang-wenangan pemerintah semasa...

IRING-IRNGAN CANTIK, PEED SUKAWATI

Gambar
21 OKT 2015 Kalau jalan raya ditutup lalu banyak pengendara menggerutu kesal, boleh jadi itu adalah iring-iringan pejabat yang melintas. Kalau jalan raya penuh dengan bising deru knalpot yang menggebu, mungkin saja itu iring-iringan motor Harley para saudagar yang sambil lalu. Namun beda hal beda cerita dari bumi Sukawati. Sebuah tempat yang merupakan jantung tempat mengalirnya darah seni. Sukawati memiliki tradisi unik, yakni ‘Mepeed’.   Tradisi yang cantik dan klasik. Mepeed merupakan iring-iringan pemangku pura yang akan mengambil sepercik tirta sebagai wangsuh padan Ida Bhatara. Dari anak-anak hingga orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, seluruhnya berbaris rapi beriringan dengan kilau busana adat dan sekar emas. Jalan raya ditutup sementara saat iring-iringan ini melintas, namun siapa yang akan keberatan? Dengan suasana magisnya tradisi ini mampu membius siapapun yang melihat. Bahkan pekak dan dadong pun ikut duduk di pinggir jalan menyatu dengan turis-turis asi...