Yang Diisukan Krisis, Seharusnya Surplus
PDAM hanya bertumpu pada Sungai Ayung sebagai pemasok air baku, kalau terjadi gangguan, kering sudah keran air masyarakat Denpasar. Namun sesungguhnya tepat di jantung kota sejak 1931 terdapat mata air besar yang hingga kini digunakan secara sepihak oleh perusahaan air minum kemasan. Apakah pemerintah kecolongan atau pura-pura tidak tau?
CV Gemeh sudah ada sejak
sebelum Indonesia merdeka, berlokasi di
Jln. Serma Merta No. 2, Banjar Gemeh, Denpasar, Bali. Pada awalnya CV Gemeh
yang berdiri pada tahun 1931 dengan memproduksi es batu dan juga dikenal
sebagai pebrik es pertama di Bali, “bahkan mereka (pabrik es –red) bisa mensupply hingga
ke Benoa” jelas Made Mahendra selaku warga setempat. Kemudian berkembang
menjadi pabrik limun, dan pada tahun 1985 mulai memproduksi air minum dalam
kemasan berkmerek Spring. “Dulu airnya juga di alirkan ke pesanggaran” ujar
Budayawan, I Gede Anom Ranuara. “Sisa air pabrik es di situ juga di alirkan dan
digunakan menggerakkan turbin PLN pada jaman itu” imbuh Made Mahendra. Dengan
keterangan-keterangan itu dapat di perkirakan debit air dari mata air CV gemeh
tidaklah sedikit. Saat masih sebagai pabrik es, mata air CV Gemeh di fungsikan
secara terbuka “Dulukan masih bisa jalan-jalan kesana, anak-anak kecil bisa
main-main juga kesana, sistemnya kan tidak tertutup seperti sekarang” kenang
Made Mahendra.
Seiring
berkembangnya zaman PLN tidak lagi bergantung pada turbin itu, namun sudah
bergantung pada PLTU Paiton. Pengaliran air ke Pesanggaran, Denpasar Selatan
juga sudah di hentikan karena sekarang hampir seluruh pasokan air di atur PDAM.
“Mungkin pipa di CV itu sudah di tutup” imbuh I Gede Anom Ranuara. Air dari mata
air CV Gemeh seluruhnya digunakan untuk keperluan perusahaan, mata airnya pun
ditempatkan tertutup di dalam gedung perusahaan. “saya sebagai warga saja
sangat sulit masuk kesana, karena itu adalah company” cuit
Made Mahendra. Padahal dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dinyatakan bahwa Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
lain cerita, sepekan
sejak 7 Februari 2017 air
PDAM tidak dapat mengalir ke rumah-rumah sebab terjadi banjir yang
mengakibatkan saluran intake tersumbat pasir dan pohon serta kekeruhan air
sangat tinggi dan sulit untuk diolah. Padahal disisi lain mata air CV Gemeh
bisa jadi solusi. Denpasar yang diisukan krisis, bisa jadi sebenarnya
malah surplus air.
Hingga
berita ini ditulis kpemilikan dari CV Gemeh ini belum dapat kami konfirmasi,
“nah.. kepemilikan itu tidak ada yang mengetahui, apakah tanahnya adalah hibah
dari Puri atau bagaimana” jelas Made Mahendra, mengingat jaman itu masih
didominasi sistem kerajaan, namun tidak menutup kemungkinan jika tanah sudah di
sertivikasi menjadi hak milik pribadi. Kalau sudah begini, menggugatnya pun
harus dipikir-pikir 1000x.
CV
Gemeh bukannya tidak tau diri, setidaknya mereka memberi kontribusi sebesar 2
juta perbulannya pada desa adat. Namun dengan potensi mata air yang besar,
angka 2 juta perbulan bukanlah angka yang sebanding. Mengingat mata air itu
tidak pernah surut. “Mata air itu tidak akan surut” ujar I Gede Anom Ranuara.
“angka 2 juta itu berapa sih dibandingkan dengan yang mereka dapat per harinya”
imbuhnya. Bahkan beberapa hotel berbintang pun memasok air mineral dari
perusahaan ini.
Dalam situs resmi Spring
di lampirkan beberapa sertifikat seperti sertifikat SNI dan Halal serta
sertifikat keanggotaan GS 1 Indonesia. Hal ini membuktikan jika mata air yang
hingga detik ini masih di kuasai perusahaan air minum kemasan Spring adalah
sebuah aset besar, bukan hanya untuk banjar dan desa adat namun juga Kota
Denpasar. Menariknya I Gede Ranuara sempat mengatakan bahwa Walikota saja
bahkan tidak mengetahui akan mata air tersebut, padahal dari segi letak, Kantor
Walikota hanya berjarak beberapa ratus meter dari CV Gemeh. Entah siapa yang
main gelap-gelapan, atau entah siapa yang kecolongan hingga terjadi privatisasi.
duh! (pra)
x
Komentar
Posting Komentar